Keluarga Tukang Ojek Bisa Makan Angin

* Menyoal Rencana Penerapan Smart Card di Batam

Perjuangan Tukang OjekSITUASINYA memang serba salah. Pemerintah tidak mau menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun ini, namun di satu sisi lonjakan harga minyak dunia begitu mencekik. Ini mengancam “keselamatan” anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Menurut penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dengan memakai patokan harga BBM 95 dolar AS per barel saja, subsidi membengkak menjadi Rp 130 triliun. Padahal saat ini harga minyak dunia bermain-main di atas 100 dolar AS per barel.
Dana Rp 130 triliun itu untuk mensubsidi 37,04 juta kiloliter BBM yang terdiri atas premium 18,5 juta kiloliter, minyak tanah 7,56 juta kiloliter, dan solar 11 juta kiloliter.
Namun, diduga BBM sebanyak itu tak semuanya mengalir ke sasaran yang tepat, yakni rakyat yang benar-benar membutuhkannya. Sementara PT Pertamina tak mau tahu. Pokoknya pemerintah harus membayar subsidi itu, kendati dicurigai ada ‘kebocoran’ BBM bersubsidi dari Pertamina ke kapal nelayan asing atau diselundupkan entah ke mana? Hal ini masih perlu dibuktikan oleh BPH Migas.
Maka pemerintah pun mencari cara lain untuk bisa menekan konsumsi BBM bersubsidi. Perusahaan penyedia jasa survei dan inspeksi, PT Sucofindo, diminta membuat perhitungannya. Sucofindo lantas mengusulkan penerapan kartu kendali BBM bersubsidi yang diberinama smart card alias kartu pintar.
Dengan smart card diharapkan terjadi penghematan subsidi BBM sebesar 3,4 triliun, dengan asumsi kurs Rp 9.150 per dolar AS dan harga minyak Indonesia (ICP) 83 dolar AS per barel.
Aturan mainnya, hanya mobil berkapasitas 2000 cc ke bawah yang boleh membeli BBM bersubsidi. Itupun dibatasi hanya 5-7 liter per hari. Sementara sepeda motor hanya boleh membeli 2 liter per hari. Satu hal lagi, tidak ada akumulasi. Artinya, bila tidak membeliAntrean BBM di SPBU BBM hari ini maka jatah hari ini langsung hangus. Besoknya tetap hanya bisa membeli sejumlah ketentuan di atas. Ini bakal memicu antrean panjang di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) karena tiap hari orang harus mengisi BBM.
Nah, dari dua kota yang direncanakan untuk ujicoba, yakni Batam dan Bali, akhirnya pilihan jatuh pada Batam dengan sejumlah alasan. Di antaranya wilayah ini terisolir, jumlah kendaraan dan SPBU sedikit, serta warga Batam dianggap lebih sejahtera dibandingkan daerah lain (?)
Pemerintah pusat sudah mantap. Pekan kedua April hingga Mei 2008 ini tim dari Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas (BPH Migas) akan tiba di Batam untuk sosialisasi penerapan smart card. Kemudian “kartu pintar” itu akan diujicoba pada Juni 2008.

Tukang ojek meradang
Para tukang ojek di Batam langsung berteriak. Dengan jatah hanya 2 liter sehari, otomatis ruang gerak mereka menyempit. Sementara kebutuhan mereka mencapai 3,5 liter sehari. Kekurangan 1,5 liter harus dipenuhi dengan membeli premium non subsidi seharga Rp 7.500 per liter. Maka ongkos BBM setiap tukang ojek bertambah sebesar Rp 11.250 per hari.
Padahal, saat ini pendapatan rata-rata mereka paling-paling Rp 25.000 – Rp 30.000 per hari. Kalau dipotong pengeluaran tambahan untuk membeli BBM non subsidi sebesar Rp 11.250 per hari, maka pendapatan mereka akan berkurang menjadi hanya Rp 13.750 – Rp 18.750 per hari. Yakinlah, perut istri dan anak-anak mereka bakal lebih sering masuk angin dan makin sering kentut, karena pendapatan suami dan ayah mereka tak lagi cukup.
Pendidikan anak-anak keluarga tukang ojek pun terancam. Bagaimana tidak, untuk urusan perut saja masih kurang, bagaimana bisa memikirkan pendidikan? Apalagi ongkos pendidikan di Batam mahalnya minta ampun. Ongkos sekolah negeri dan swasta di Batam tak ada beda; sama-sama mahalnya.
Selanjutnya akan tercipta sejumlah generasi penerus bangsa yang bodoh, tolol, idiot karena kurang gizi dan kurang pendidikan. Dan di pundak orang-orang tolol, bodoh, dan idiot itulah nasib bangsa ini diletakkan untuk diteruskan. Siapa yang rugi?
Tapi apa boleh buat. Sekencang apa pun kita berteriak, rasanya jarang terjadi (atau bahkan tak pernah terjadi) di negeri ini, pemerintah menghentikan kebijakan yang telah ditetapkan. Apalagi terkait subsidi BBM yang selama ini dianggap paling banyak menyedot anggaran. Kepentingan pemerintah hanya satu: Menyelamatkan APBN!
Tak ada pilihan lain. Para tukang ojek dan orang-orang miskinlah yang harus mengalah demi menyelamatkan APBN. Seluruh rakyat dipaksa ikut menanggung beratnya beban APBN, kendati belum tentu mereka ikut menikmati anggaran yang dihemat itu. Kalau begitu, mari kita sama-sama makan angin lalu kentut beramai-ramai…prott..proottt..proooootttt…!!!.(*)

BAGAIMANA SMART CARD DIGUNAKAN?
contoh smart card* Kartu pintar itu dilengkapi deretan kode angka (bar code).
* Kartu ditempelkan di kaca depan mobil atau di batok sepeda motor.
* SPBU disediakan alat pemindai (scanner) yang terhubung ke komputer untuk membaca nomor seri di smart card.
* Petugas SPBU akan memindai bar code untuk mengetahui apakah kendaraan tersebut sudah pernah mengisi BBM hari itu atau belum. Ingat, kartu ini hanya sekali pasang. Jangan coba-coba dipindah. Kalau dipindah ke tempat lain, akan rusak dan jatah BBM susbidi Anda pun ikut hangus.
* Smart card hanya berlaku untuk mobil pribadi kapasitas 2000 cc ke bawah dan sepeda motor.
* Mobil dijatah 5-7 liter per hari dan sepeda motor 2 liter per hari.

Satu pemikiran pada “Keluarga Tukang Ojek Bisa Makan Angin

  1. SmartCard gak seperti namanya adalah rencana yg paling konyol dari pemerintah.

    1. Dijamin 101% akan muncul makelar2 BBM yg menjual BBM di harga tengah antara BBM subsidi dan non Subsidi. Para Angkot akan mengisi BBM lalu menjualnya ke kend pribadi..
    2. Angkot, truk, bis, dan kendaraan niaga lainnya serta spd motor juga dijatah. Banyangkan bgmn kondisi tranportasi kita saat diterapkan?
    3. Berapa jatah perhari yang ideal? Berarti tiap2 hari mesti antri? berapa pemborosan waktu yang terjadi jika semua mesti mengisi BBM tiap hari?
    4. dll ekses negatif yang timbul?

    Yang lebih efektif untuk menyiasati sisa Subsidi yang masih ditanggung pemerintah pasca kenaikan BBM ini dgn USD 120 / barrel adalah dengan memberlakukan PAJAK PROGRESIF untuk kendaraan pribadi sesuai kelas, harga dan ccnya.

    Contoh:
    Xenia Rp. 100juta, Pajak Tahunan 5%, pajak = 5juta/tahun
    Innova Rp. 200juta, pajak Tahunan 7,5%, pajak = 15juta/thn
    CRV Rp.300 juta, pajak Tahuan 10%, pajak = 30juta/tahun
    BMW Rp. 500juta, Pajak Tahuan 15%, pajak = 75juta/tahun
    dst sampai 20% untuk mobil2 dgn harga jual diatas 500juta

    Bayangkan dgn mobil pribadi sebanyak 10juta kendaraan dan rata2 pajak tahunan Rp. 10juta/tahun saja, maka pemerintah akan mendapatkan Rp. 100 TRILYUN. Uang ini dipakai untuk mensubsidi BBM buat angkot, Truk, Bis, kendaraan niaga lainnya, spd motor, Mesin perahu nelayan, mesin2 traktor petani, dsb.

    Sehingga tidak ada kenaikan BBM lagi. Jika ada pemilik kendaraan pribadi yang protes, suruh naik spd motor aja. Dah enak2 pake AC, dgr audio tape, duduk di jok kulit buaya, masih omonk gak sanggup bayar? Kebangetan.

    Dgn sistem pajak beginian, tidak akan timbul ekses negatif maupun manipulasi. Setiap yang mau memperpanjang atau mengurus STNK baru, mesti menyertakan bukti penyetoran pajak tsb ke Samsat. Penyetoran dilakukan di Bank yg ditunjuk pemerintah langsug ke rek Pemerintah. Jadi tidak bakal terjadi manipulasi.

    Anggaran 100 TRilyun tsb sebagian dapat dipakai untuk membangun prasara tranportasi massal yang nyaman, aman, dan bersih diseluruh Indonesia secara bertahap.
    Monorail? 4 Trilyuun? Maaaaah, keciiiiiiiil. Gak perlu merenggek2 ke negara lain. Ambil aja dari 100Trilyun tsb.

    Suka

Tinggalkan komentar