Mencintai Produk Luar Negeri

Warga Batam menyerbu produk-produk busana asal Cina pada sebuah pusat perbelanjaan di Batam.
Warga Batam menyerbu produk-produk busana asal Cina pada sebuah pusat perbelanjaan di Batam.

IMBAUAN pemerintah agar mencintai produk dalam negeri, merupakan sebuah ajakan yang positif.  Apalagi di tengah krisis global saat ini, di mana negara-negara tujuan ekspor mengurangi permintaan secara signifikan.

Ketika pasar di luar negeri sudah tidak bisa diharapkan lagi, maka pasar dalam negeri memang harus digarap serius. Dan harus diakui bahwa Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa, merupakan pasar yang sangat potensial.

Sebenarnya gerakan “Cinta Produk Indonesia” sudah sejak lama dikampanyekan. Dan belum lama ini, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengangkat kembali isu tersebut. Mari mengimbau para ibu rumah tangga untuk aktif mengampanyekan isu cinta produk Indonesia mulai dari keluarga masing-masing. Para ibu diharapkan membiasakan anak-anaknya untuk gemar menggunakan produk dalam negeri, mulai dari makanan, pakaian, dan keperluan lainnya.

Dengan demikian, diharapkan akan mendorong permintaan terhadap produk-produk dalam negeri sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat krisis global juga bisa ditekan.

Memang sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk mengampanyekan isu “cinta produk Indonesia”. Mendorong pelaku bisnis (ritel) untuk lebih mengutamakan menjual produk dalam negeri. Demikian pula terhadap konsumen agar lebih  memilih produk buatan dalam negeri.

Namun, jangan sampai imbauan itu hanya jargon belaka. Jangan sampai para pejabat publik, yang seharusnya jadi panutan, justru lebih suka menggunakan produk bermerek terkenal dari luar negeri. Bagaimana mungkin menyuruh masyarakat mencintai produk negeri sendiri?

Demikian pula para pengusaha, terutama para pimpinan asosiasi pengusaha,  sebaiknya menggunakan produk dalam negeri. Jika mereka tidak menggunakan produk dalam negeri, sama saja mereka tidak mencintai produk buatannya sendiri. Bagaimana mungkin mereka meminta masyarakat mengenakan produk dalam negeri?

Selain itu, pemerintah maupun asosiasi pengusaha, harus menerapkan standardisasi produk. Sebelum produk-produk dalam negeri dilego ke pasar, harus memenuhi standar kualitas tertentu, layaknya produk untuk diekspor. Ini baru namanya menghargai saudara sebangsa.

Artinya, mereka harus memberi nilai/penghargaan yang sama bagi saudara sebangsa setanah air dengan calon konsumen di luar negeri. Jangan mentang-mentang untuk kebutuhan lokal, lantas menganggap remeh soal kualitas. Seolah-olah kualitas pas-pasan sudah cukup untuk konsumen lokal. Ini sebuah kekeliruan sangat besar.

Apalagi di era pasar bebas saat ini. Produk dari berbagai belahan dunia membanjiri negeri kita. Memberikan banyak pilihan bagi konsumen. Apalagi produk luar negeri mampu menawarkan produk berkualitas bagus, inovatif, dan harga murah (baca: bersaing). Wajar saja bila konsumen dalam negeri kemudian memilih produk impor. Siapa yang salah?

Bila demikian, jangan anggap konsumen dalam negeri seolah-olah “orang berdosa” karena tidak mencintai produk karya anak bangsa. Karena konsumen dalam negeri juga berhak menentukan pilihannya dan tentu saja tidak mau dirugikan dengan membeli produk berkualitas rendah.

Demikian pula para pegawai negeri sipil (PNS). Mereka juga manusia normal yang memiliki selera sendiri. Tentu

Pembeli menyerbu produk Cina yang sudah murah masih didiskon antara 30-70 persen di sebuah pusat perbelanjaan di Batam.
Pembeli menyerbu produk Cina yang sudah murah masih didiskon antara 30-70 persen di sebuah pusat perbelanjaan di Batam.

pemerintah tidak bisa memaksa mereka melalui peraturan yang mewajibkan memakai produk dalam negeri. Pemerintah harus bisa membuktikan bahwa produk dalam negeri, misalnya produk  A, B, C, dan seterusnya, memang memiliki kualitas sebanding (atau bahkan lebih baik) dibanding  produk serupa dari luar negeri.

Bila produk dalam negeri memiliki kualitas bagus, tentu produk-produk asing tidak bisa leluasa menikmati pasar di Indonesia yang sangat empuk ini.

Memang, harus diakui pula bahwa banyak produk dalam negeri berkualitas bagus. Namun sayang, harganya lebih mahal bila dibandingkan produk serupa dari luar negeri, misalnya dari Cina.

Seperti di Batam, produk-produk busana, sepatu, dll dari Cina memiliki model bervariasi dan berkualitas cukup bagus. Coba cek harganya, dijamin cuma separo dari produk serupa buatan Indonesia. Demikian pula produk mainan hingga makanan dan minuman ringan. Maka wajar saja bila produk-produk itu sangat digemari konsumen di Batam. Bahkan dicintai. Nah, kalau begini, siapa yang salah?(*)

Tinggalkan komentar