Anies Baswedan: Bagaimana Nasib Rakyat Nanti?

aniesARTIKEL  ini sama sekali tidak bermaksud menyerang calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Saya hanya menanggapi kicauan Anies di twitter pada 23 Februari 2017. Kicauan di akun @aniesbaswedan itu saya kutip di bawah ini:

“Teman-teman, pilkada ini bukan soal siapa yang akan menjadi pemimpin, masalah sebenarnya adalah bagaimana nasib rakyat nanti?”

Tampaknya Anies mengkhawatirkan nasib rakyat Jakarta jika salah pilih pemimpin pada Pilkada putaran II nanti. Karena Anies yang menulis pernyataan tersebut, artinya dia khawatir rakyat akan susah bila yang terpilih nanti bukan dirinya bersama Sandiaga Uno.

Tak masalah Anies menyatakan dirinya pemimpin terbaik untuk warga Jakarta.  Tetapi bagian pertama kalimat dalam cuitan itu, hemat saya, sedikit bermasalah.  Saya ulangi; “Teman-teman, pilkada ini bukan soal siapa yang akan memimpin…” Menurut saya kalimat itu keliru dan merusak pemahaman publik tentang sosok pemimpin.

Siapa sosok pemimpin sangat-sangat penting. Tidak semua orang bisa menjadi pemimpin karena tak semua orang bisa memimpin. Seperti halnya kapal yang sedang berlayar, tak semua orang bisa diserahi tanggungjawab memegang kemudi. Kemudi kapal harus berada di tangan nakhoda yang cakap dan berpengalaman untuk memastikan pelayaran aman sampai bersandar di pelabuhan tujuan.

Nakhoda yang cakap adalah sosok yang mengenal dan memahami benar seluruh alat navigasi yang jumlahnya puluhan. Gagal membaca petunjuk pada alat-alat navigasi bisa membahayakan kapal dan seisi penumpang.  Nakhoda yang cakap tak sekadar sosok text book yang hanya pandai menghafal teori, tetapi juga memiliki kecakapan khusus, sehingga manakala alat-alat navigasi mendadak tidak berfungsi, dia masih mampu mengendalikan kapalnya karena sangat memahami cuaca dan kondisi jalur pelayaran yang dilaluinya. Terkadang dia memutar haluan kapal seolah menjauhi tujuan. Padahal sebenarnya dia sedang menghindari karang ataupun pulau pasir  yang tak kelihatan di bawah permukaan air.

Semakin berpengalaman seorang nakhoda, semakin mampu memastikan kapal berlayar sampai tujuan, kendati menemui badai di tengah pelayaran. Bayangkan kalau kapal dinakhodai sembarang orang; jangan-jangan kapalnya tenggelam dihantam badai atau malah hancur berkeping menghantam karang.

Ilustrasi di atas menggambarkan pentingnya sosok seorang pemimpin. Lebih kompleks lagi bila berbicara soal pemimpin sebuah wilayah. Karena yang dikendalikan dan dihadapi bukan hanya hal-hal teknis, tetapi juga harus menghadapi begitu banyak karakter manusia. Sehingga jika Anies menyatakan bahwa Pilkada bukan soal siapa akan memimpin, maka apa gunanya Pilkada?

Berbicara tentang memimpin otomatis harus bicara soal siapa si pemimpin. Sehingga jika Pilkada bukan soal siapa yang akan memimpin, maka untuk apa menguras miliaran rupiah uang negara demi mendapatkan pemimpin yang dikehendaki rakyat?  Toh siapa saja bisa memimpin. Tunjuk saja sembarang orang untuk memimpin sebuah negara atau sebuah daerah.

Pemimpin adalah seseorang yang secara konsisten membuktikan bahwa dirinya mampu memengaruhi sikap dan tingkah orang lain, lebih dari kemampuan orang itu memengaruhi dirinya. Sedangkan kepemimpinan adalah sebuah konsep yang merangkum berbagai segi dari interaksi pengaruh antara pemimpin dengan pengikut dalam mengejar tujuan bersama.

Seorang pemimpin yang baik harus mampu menjalankan roda organisasi secara efektif, mampu melakukan perubahan-perubahan (transformasional), memiliki kecakapan, keberanian, dan keyakinan dalam mengambil keputusan, transparan dan akuntabel (termasuk tidak korup) mengelola organisasi (pemerintahan).

Sosok pemimpin yang baik akan memikirkan secara matang saat menyelesaikan sebuah masalah, sehingga tidak takut menghadapi pro-kontra atas keputusan-keputusannya. Sekali mengambil keputusan yang diyakininya benar, dia akan siap menghadapi risiko apapun tanpa dihantui rasa takut akan kegagalan.

Sangat beruntunglah sebuah masyarakat demokratis manakala mereka berhasil memilih seorang pemimpin yang bukan pemimpin biasa. Pemimpin kharismatik. Sosiolog Max Weber menyebut pemimpin kharismatik memiliki kemampuan bawaan (anugerah) alias memang terlahir untuk menjadi seorang pemimpin. Sosok pemimpin seperti ini membedakan dirinya dari orang biasa, bahkan unggul dibanding pemimpin-pemimpin lainnya. Dia memiliki kemampuan di atas rata-rata, kemampuan istimewa, dalam memengaruhi orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama.

Konteks Pilkada Jakarta, masyarakat Jakarta sendiri yang akan menentukan bagaimana nasib mereka nanti. Apakah rakyat Jakarta akan memilih sosok pemimpin yang akan membawa mereka menuju kesejahteraan atau justru memilih pemimpin yang semakin memperburuk keadaan.

Jangan sampai rakyat tertipu mulut manis sang calon pemimpin. Banyak contoh kasus salah pilih pemimpin di negeri ini. Banyak pemimpin gagal memajukan negara/daerah yang dipimpin. Janji manis saat kampanye ternyata bohong setelah kekuasaan dalam genggaman.  Lebih parah lagi, si pemimpin jatuh di tengah jalan karena terjerat kasus korupsi.

Akhir kata, saya sepakat dengan kalimat kedua dalam cuitan Anies Baswedan. “…masalah sebenarnya adalah bagaimana nasib rakyat nanti?” Maka itu, orang Jakarta jangan asal pilih. Pilih yang pasti-pasti sajalah! (*)

Tinggalkan komentar